Minggu, 17 November 2013

kisah Gito Rolies Seorang Rocker

PESATNEWS – Lebih baik mendapat julukan mantan preman disbanding mantan ustadz. Itulah yang terjadi pada Bangun Sugito Tukiman alias Gito Rollies. Almarhum adalah satu dari sekian banyak orang yang mendapat Rahmat dan Inayyah dari Allah SWT sehingga mengakhiri sisa usianya untuk kebajikan. Gito Rollies dikenal sebagai vokalis band beraliran rock ternama The Rollies. Terlahir dari keluarga muslim, namun dia baru benar-benar “menemukan” Islam setelah ia memasuki usia 40-an. Gito lahir di Biak, Papua 1 November 1947. Kendati lahir di salah satu kota di Indonesia Timur tersebut, namun Gito besar di Bandung. Di kota kembang tersebut ia mengenyam pendidikan hingga SMA. Gito remaja sangat menggandrungi musik rock dan nge-fans dengan band rock asal Amerika Serikat The Rolling Stone dengan lead vocalnya, Mick Jagger. Di sekolahnya, ia dikenal sebagai siswa bandel yang kerap bolos dan beberapa kenakalan lainnya. Saat lulus SMA tahun 1967, ia membuat geger kota Bandung dengan aksi tanpa busana sambil mengendarai motor berkeliling Bandung. Ia mengaku melakukannya untuk merayakan kelulusannya, karena dengan deretan panjang daftar kenakalannya membuat Gito pesimis untuk bisa lulus. Lulus SMA, kecintaan Gito pada musik rock semakin menjadi. Bukannya melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi, pada akhir tahun 1960-an ia bergabung dengan band beraliran rock bernama The Rollies bersama Teuku Zulian Iskandar Madian (saksofon, gitar), Delly Joko Arifin (keyboards), Benny Likumahuwa (trombon, flute), Didiet Maruto (terompet), Jimmy Manoppo (drum), dan Oetje F. Tekol (bas). Di band itu, Gito ditunjuk sebagai vokalis. Memasuki era tahun 1970-an, nama The Rollies semakin melambung sebagai band rock handal di belantika musik tanah air. Lagu-lagu The Rollies banyak disukai penggemar musik di Indonesia dan sempat bertengger di deretan teratas lagu Indonesia. Sejak saat itu, embel-embel “Rollies” melekat kuat di belakang nama sang vokalis, ia pun kerap disapa Gito Rollies. Perlahan namun pasti, The Rollies menapaki kariernya di bidang musik rock. Berbagai pujian dan sanjungan pun menghampiri Gito, yang membuat ia merasa telah menjadi Mick Jagger-nya Indonesia. Berada di puncak kesuksesan membuat Gito hanyut bersama nama besar The Rollies. The Rollies pun masuk sebagai jajaran band fenomenal Indonesia. Bisa dibilang, saat itu Gito bersama The Rollies-nya berada di puncak ketenaran dan memiliki segalanya, khususnya materi yang berlimpah. Imej anak band yang dekat dengan dunia hitam pun ada benarnya, karena semua anggota The Rollies tanpa terkecuali setiap Jumat siang rutin mengunjungi Puncak Bogor untuk pesta miras (minuman keras) dan narkoba. Tidak hanya di bidang tarik suara saja, Gito juga laris manis sebagai aktor. Kepiawaiannya berakting membuat ia main di berbagai judul film, seperti Buah Bibir, Perempuan Tanpa Dosa, Di Ujung Malam, Sepasang Merpati, Permainan Bulan Desember, dan Kereta Api Terakhir. Ia pernah mendapatkan penghargaan Piala Citra untuk kategori Aktor Pembantu Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2005 melalui film Janji Joni. Fly Selama 3 Hari Setelah belasan tahun berkutat dengan dunia hitam, tepat pada bulan November 1995 Gito mengaku telah berhenti mengonsumsi narkoba dan alkohol setelah mengalami kejadian aneh. Pada saat itu, Gito yang masih dalam pengaruh narkoba mengalami fly selama tiga hari yang membuatnya tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Selama tiga hari itu pula, bagai memutar di depan mata, tiba-tiba ia ditunjukkan semua perilaku buruknya di masa lalu oleh Sang Pencipta. Seketika itu pula, Gito merasa ketakutan yang luar biasa. Nyalinya ciut lantaran ia teringat pernah melontarkan kata-kata tidak baik keluar dari mulutnya, seperti memfitnah, bergunjing dan membicarakan kejelekan musisi lain. Pengalaman tiga hari diperlihatkan segala keburukan dirinya di masa lalu membuat Gito tersadar, bahwa dirinya sudah saatnya kembali ke jalan yang benar, yaitu di jalan Allah. Melalui kejadian itu, ia merasa diingatkan dan diberi kesempatan untuk bisa memperbaiki diri. Ia mengaku badannya sampai gemetar dan bergidik ketakutan. Gito pun bangkit dari masa lalunya yang kelam, di mana ia terhanyut dalam kesuksesan, popularitas, dan kenikmatan duniawi. Akhirnya ia memutuskan untuk hijrah ke jalan yang diridhoi Allah. Ia merasa bahwa tujuan dirinya dilahirkan di muka bumi bukanlah sebagai manusia yang hanya terlelap dalam segala kenikmatan dunia, namun juga harus melakukan tugas lain untuk mempersiapkan bekal dengan Sang Maha Kuasa. Saat itu Jumat siang, Gito yang masih berada di Puncak sambil memegang botol miras termenung dalam kegelisahan. Ia yang masih risau tiba-tiba melihat sebuah pemandangan yang membuat hatinya bergetar. Saat itu ia melihat banyak warga desa menuju masjid. Dalam hati pun ia bertanya-tanya, “Apakah ada kebahagiaan di masjid?”. Diakui Gito, pemandangan tersebut memberi arti tersendiri baginya. Rasa ingin tahu yang besar membuat Gito mendatangi masjid yang ia lihat. Saat ia masuk ke dalam masjid, dalam sekejap kegelisahannya hilang berganti kekaguman dan ketenangan ketika melihat para warga melakukan gerakan-gerakan salat. Ia pun semakin menyadari bahwa berbagai perilakunya di masa lalu adalah dosa. Malamnya ia tidak bisa memejamkan mata, ia takut Allah tidak akan mengampuni dosa-dosanya di masa lalu. Akhirnya, ia pun memulai hidup baru dengan Gito “yang baru”. Tidak ingin menunggu lama, paginya Gito menuju ke Bandung untuk menemui sang ibunda. Ia mengungkapkan niatnya untuk bertobat yang disabut tangis haru sang ibu. Sejak saat itu, ia resmi meninggalkan dunia kelam. Penampilan Gito pun berubah 180 derajat. Dari yang urakan dengan rambutnya yang awut-awutan, celana jeans robek dan belel berganti menjadi seorang yang sangat Islami. Dalam kesehariannya pun ia memakai pakaian gamis lengkap dengan peci. Ia juga sudah meninggalkan lagu-lagu cadas yang dulu kerap dinyanyikannya bersama band-nya. Untuk lebih mendalami Islam, Gito tidak segan bergaul dengan kalangan ulama, mengaji serta mempelajari Al Quran dan hadis. Seiring waktu, ia semakin memahami Al Quran dan hadis, ia mengaku tidak lagi mengidolakan dan mengagung-agungkan Mick Jagger dan popularitas, melainkan Nabi Muhammad SAW dan ajaran-Nya. Perubahan drastis dari Gito Rollies yang mulanya rocker yang penampilannya seperti “compang-camping” menjadi seorang yang Islami membuat banyak sahabatnya tidak percaya. Bagi mereka yang mengenal Gito luar dalam, amat sangat mustahil Gito bisa berubah. Namun Gito percaya, semua hal tersebut bisa terjadi lantaran adanya campur tangan Allah SWT. Ia yakin bahwa kesempatan yang diberikan Allah tidak boleh disia-siakan, terutama karena ia masih diberi waktu untuk mengumpulkan amal untuk hari akhir. Gito patut bersyukur bahwa masa lalunya yang kelam tidak membuat ia ditinggalkan sang istri. Dukungan dan kesabaran Michelle, seorang Belanda, membuat Gito semakin kuat dan yakin untuk hijrah ke jalan yang lebih baik. Tobatnya Gito juga disyukuri oleh mertuanya yang berbeda keyakinan dengannya. Untuk bisa fokus ke dunia dakwah, ia menanggalkan dunia keartisan yang telah membesarkan namanya. Ia memilih untuk menjadi jamaah tablig, yaitu pekerja dakwah yang rela mengorbankan harta dan kehidupan dunia semata-mata untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Untuk itu, ia kerap berkeliling dari satu masjid ke masjid lain untuk menyebarkan dakwah kepada umat Islam. Setelah hijrah dan sering berdakwah, ayah dari Galih Permadi, Bintang Ramadhan, Bayu Wirokarma, dan Puja Antar Bangsa ini mengaku tidak merasa dirinya paling benar. Gito selalu menolak jika ada yang menyebutnya kyai atau diminta berceramah. Menurutnya, apa yang ia sampaikan adalah upayanya berbagi cerita sebagai orang yang masih belajar agama. Sebagai artis, ia juga kerap menyampaikan dakwah di kalangan selebriti, baik penyanyi maupun pemain film. Menurutnya sangat perlu untuk mengingatkan mereka karena dunia gemerlap artis rentan dengan segala bentuk kemaksiatan, seperti seks bebas, narkoba, dan miras. Tidak sedikit dari artis-artis itu tersadar setelah menyimak penuturan Gito. Sayangnya, saat sedang giat-giatnya berdakwah, bapak 4 anak ini terserang kanker kelenjar getah bening yang membuatnya tidak bisa bergerak gesit dan atraktif seperti gaya di panggung kala ia menyanyi dulu. Penyakit tersebut perlahan menggerogoti tubuhnya yang membuat ia harus dioperasi. Tidak hanya itu, ia juga menjalani kemoterapi di sebuah rumah sakit di Singapura sebanyak 3x/minggu jika kesehatannya memburuk. Yang luar biasa, semangat Gito untuk berdakwah tidak pernah surut walau penyakitnya tersebut membuatnya harus duduk di kursi roda. Dengan menggunakan kursi roda, ia tetap berdakwah dari masjid ke masjid. Setelah berjuang selama 3 tahun, Gito pun menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit di kawasan Pondok Indah pada 28 Februari 2008 lalu. Kabarnya, Gito meninggal setelah salat Maghrib dan melakukan doa terakhir. [ ] penulis mita diantina sumber : http://m.pesatnews.com/read/2013/08/02/32374/gito-rollies-menemukan-jalan-allah-saat-di-puncak-karirnya Editor : Fuad R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.